Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana menghapus sanksi diskualifikasi calon kepala daerah (cakada) yang tidak menyampaikan Laporan Dana Kampanye (LDK) pada Pilkada Serentak 2024.
Hal itu disampaikan Anggota KPU RI, Idham Holik saat Uji Publik Rancangan PKPU tentang Kampanye Pilkada dan Rancangan PKPU Dana Kampanye Pilkada di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Menanggapi hal ITU, Akademisi sekaligus Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga menilai sanksi diskualifikasi kepada Cakada sudah tetap, sehingga tidak perlu lagi direvisi.
“Justru jika sanksi ini dihilangkan atau dihapus, makna demoktratis yang berintergritas dalam Pilkada akan hilang. Justru cakada di uji kepatuhannya, inikan hanya melaporkan dari mana, yang dikeluarkan berapa? Gitu aja kok repot,” ujar Rifandy, Sabtu (3/8/2024).
Menurutnya, jika alasannya adalah berkaitan dengan tertib hirarki, justru keberadaan sanksi itu menyempurnakan Sehingga lanjut dia, harusnya KPU bangga terbukti progresif untuk memunculkan sistem Pilkada yang benar-benar demokratis dan berintergritas.
“Saya mendukung sanksi itu secara nalar sehat. Karena pelaporan dana kampanye itu penting karena alasan trasparansi, akuntabilitas, mencegah kecurangan, kesetaraan, kepercayaan publik, dan terakhir kepatuhan hukum. Ini penting dalam menegakan pilar demokrasi kita dalam Pilkada,” kata Rifandy.
“Kalau revisinya seperti apa yang disampaikan oleh KPU, ya namanya tidak ada ketegasan. Bahkan lebih baik lagi untuk menyempurnakan pasal itu KPU bekerjasama dengan PPATK untuk membuktikan kebenaran aliran dana kampanyennya,” tegasnya.
Rifandy mengatakan, menghilangkan sanksi diskualifikasi dalam PKPU pelaporan dana kampanye calon kepala daerah dapat memiliki beberapa konsekuensi serius. “Tanpa ancaman diskualifikasi, calon kepala daerah mungkin tidak merasa terdorong untuk melaporkan dana kampanye mereka secara transparan dan akurat. Hal ini bisa mengurangi akuntabilitas dan mempermudah terjadinya penyalahgunaan dana,” jelasnya.
Lebih lanjut Rifandy mengatakan, penghapusan sanksi diskualifikasi calon kepala daerah (cakada) yang tidak menyampaikan Laporan Dana Kampanye (LDK) dapat membuka lebar peluang peningkatan praktik korupsi, ketidakadilan dalam pemilihan, penurunan kepercayaan publik, melemahkan penegakan hukum, hingga memperburuk pengaruh uang dalam politik.
“Tanpa sanksi tegas, calon kepala daerah mungkin lebih cenderung menggunakan dana yang tidak sah atau korupsi untuk mendanai kampanye mereka. Ini bisa menciptakan lingkungan yang lebih korup dalam proses pemilihan,” imbuh Rifandy
Dalam hal ketidakadilan dalam pemilihan, lanjut Rifandy, calon dengan sumber daya finansial yang lebih besar mungkin mendapatkan keuntungan yang tidak adil.
Mengingat mereka bisa menggunakan dana secara bebas tanpa takut terkena sanksi. Ini dapat merusak prinsip kesetaraan dalam pemilihan Penurunan kepercayaan publik, Masyarakat mungkin kehilangan kepercayaan pada integritas proses pemilihan jika tidak ada sanksi tegas untuk pelanggaran pelaporan dana kampanye. “Kepercayaan publik yang menurun dapat berdampak negatif pada legitimasi pemilu dan pemerintahan yang terbentuk,” ucapnya.
Lalu melemahkan penegakan hukum. Dengan menghapus sanksi diskualifikasi, dapat melemahkan upaya penegakan hukum terkait dana kampanye. “Tanpa sanksi yang kuat, pihak berwenang mungkin kesulitan menegakkan aturan dan regulasi yang ada,” lanjutnya.
Kemudian dalam hal pengaruh uang dalam politik, kata Rifandy, tanpa ancaman diskualifikasi, pengaruh uang dalam politik bisa semakin besar, memungkinkan calon dengan dukungan finansial kuat untuk mendominasi pemilihan dan merusak proses demokrasi.
“Secara keseluruhan, sanksi diskualifikasi yang sudah ada berperan sebagai mekanisme penting untuk menjaga integritas dan keadilan dalam proses pemilihan. Menghapus sanksi ini dapat membuka pintu bagi berbagai pelanggaran dan merusak sistem pemilihan yang adil dan transparan,” tegasnya.
Sebelumnya KPU RI berencana menghapus sanksi diskualifikasi cakada yang tidak menyampaikan Laporan Dana Kampanye (LDK) pada Pilkada Serentak 2024.
Menurut Anggota KPU RI, Idham Holik, dalam aturan lama, yakni Peraturan KPU (PKPU) No. 5 Tahun 2017, disebutkan bahwa pasangan calon kepala daerah yang tidak menyampaikan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) mendapat sanksi diskualifikasi.
Sementara lanjut Idham, aturan sanksi diskualifikasi karena tak melapor LPPDK tidak tertuang dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Sehingga pihaknya berencana menghapus sanksi tersebut. Lantaran KPU tidak bisa membuat aturan teknis yang bertentangan dengan aturan di atasnya.
“Dalam Pasal 76 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada), pembatalan hanya terjadi apabila paslon menerima sumbangan terlarang,” kata anggota KPU RI Idham Holik, Jumat (2/8/2024).
“Menimbang bahwa Peraturan KPU sebagai peraturan yang sifatnya mengatur lebih lanjut dan lebih teknis, sepatutnya pengaturannya tidak melebihi batas yang diberikan oleh Undang-Undang,” tambah dia.